Sabtu, 30 Mei 2015

Tambang Intan Ali Hafed



Tidak jauh dari Sungai Indus, pada suatu masa hiduplah seorang petani Persia bernama Ali Hafed, yang memiliki tanah luas dengan kebun buah, ladang gandum, dan taman. Dia adalah orang kaya yang puas dengan hidupnya.


Pada suatu hari dia dikunjungi oleh seorang pendeta tua, seorang arif bijaksana dari timur. Pendeta ini duduk dekat api dan menceritakan kepada Ali Hafed bagaimana dunia kita diciptakan.

Dia mengatakan bahwa Tuhan yang Mahakuasa menusukkan jarinya ke kabut dan perlahan-lahan menggerakannya berputar-putar, meningkatkan kecepatan sampai berangsur-angsur kabut berubah menjadi bola api. Kemudian, bola api itu berputar melalui alam semesta, membakar lapisan kabut kosmis dan memadatkan cairannya sampai jatuh sebagai hujan pada permukaannya, yang mendinginkan kerak luarnya. Setelah gumpalan yang meleleh itu meletus dan dengan cepat mendingin, terjadilah batu karang. Yang mendingin kurang cepat menjadi perak. Yang lebih lambat lagi menjadi emas. "Dan intan," kata pendeta tua, "intan adalah tetes-tetes sinar matahari yang menjadi padat." Dengan menyatakan bahwa intan adalah barang tambang ciptaan Tuhan yang paling tinggi tingkatannya, Pendeta mengatakan bahwa sebungkal intan sebesar ibu jari Ali Hafed bisa membeli sebuah kota. Seandainya Ali Hafed memiliki tambang intan, dia bisa menempatkan semua anaknya di atas singgasana di kerajaan-kerajaan di seluruh dunia.

Ali Hafed pergi ke tempat tidur sebagai orang miskin, miskin karena dia tidak puas dan tidak puas karena merasa dirinya miskin. "Saya ingin sebuah tambang intan," dia berkata berulang-ulang kepada dirinya sepanjang malam dengan mata tidak bisa dipicingkan.

Dia membangunkan Pendeta pada pagi berikutnya. "Maukah Anda memberitahu saya di mana saya bisa menemukan intan?"

"Saya ingin menjadi kaya raya." jawab Ali Hafed terus terang.

"Kalau begitu pergilah mencarinya, hanya itu yang harus Anda lakukan," Pendeta menasihatkan.

"Tetapi saya tidak tahu harus pergi ke mana," Ali Hafed memohon.

"Baiklah," kata Pendeta, "kalau Anda melihat sungai yang mengalir di atas pasir putih di antara gunung-gunung yang tinggi, Anda akan selalu menemukan intan di dalam pasir itu."

"Saya tidak percaya sungai seperti itu ada," Ali Hafed menantang.

"Tentu saja ada, banyak yang seperti itu," kata Pendeta, "Yang harus Anda lakukan hanyalah menemukannya."

Ali Hafed pergi ke jendela dan melihat ke luar. Pandangannya tertuju ke pegunungan yang membatasi ladangnya. "Saya percaya kepada Anda. Saya akan pergi!" dia membulatkan tekad.

Dia menjual ladangnya dan mengumpulkan uangnya. Setelah menyerahkan keluarganya agar dijaga oleh tetangganya, dia pergi mencari intan, dimulai dari pegunungan yang paling dekat. Kemudian dia mencari ke Palestina. Akhirnya dia mengembara ke Eropa. Setelah uangnya yang terakhir dibelanjakan, dia berdiri dengan pakaian compang-camping di Teluk Barcelona, Spanyol, memandang ombak yang datang bergulung-gulung. Tak lama kemudian, laku-laki yang tidak mempunyai uang dan sengsara tanpa harapan ini menghamburkan dirinya ke air pasang dan terbenam di laut, tidak pernah muncul lagi.

Tapi cerita yang sebenarnya baru dimulai di sini.

Pada suatu hari, orang yang membeli ladang Ali Hafed menuntun untanya ke kebun untuk minum. Ketika unta tersebut meminum air kali yang jernih, pemilik tanah bekas milik Ali Hafed memperhatikan adanya kilatan aneh di dasar kali dangkal yang putih pasirnya. Dia memasukkan tangannya ke dalam air, mengambil sebungkal batu dengan mata jernih yang memantulkan semua warna pelangi. Batu yang aneh itu dibawanya ke rumah, diletakkan di atas perapian, dan dia kembali ke pekerjaannya.

Beberapa hari kemudian, dia dikunjungi oleh si pendeta tua. Pada saat si pendeta melihat kilatan di atas perapian, dia segera menghampirinya. "Ada intan di sini!" dia berseru. "Intan! Apakah Ali Hafed sudah kembali?"

"Tidak, dia belum kembali dan itu bukan intan." pemilik kebun yang baru menjawab. "Itu hanya batu dari kebun."

"Tetapi saya tahu itu intan." Pendeta bersikeras "Dan saya berani mengatakan bahwa ini adalah intan yang indah sekali."

Bersama-sama mereka pergi ke kali di kebun. Mereka mengaduk-aduk pasir dengan jari, dan menemukan lebih banyak batu yang lebih indah dan lebih berharga daripada yang pertama. Dan itulah saat ditemukannya tambang intan Golcanda, tambang intan terbesar di dunia.

(Seandainya ada kisah yang mengandung moral yang lebih kuat, saya belum menemukannya. Mungkin Anda sudah mengembangkan kearifan untuk mengetahui bahwa intan yang Anda cari-cari sebenarnya sedang menunggu di halaman belakang Anda sendiri, dalam diri Anda sendiri, tempat rasa akan nilai dan harga diri Anda terpendam -- Denis Waitley --)


Denis Waitley
Empires of the Mind

Tidak ada komentar:

Posting Komentar