Di sebuah kelas, Bu Guru bertanya pada murid-muridnya, "Ucok, cita-citamu
jadi apa kalau sudah besar nanti?" Ucok menjawab, "Jadi tentara,
Bu." "Bagus, badanmu cocok sekali kalau jadi tentara," timpal
sang guru.
Bu Guru bertanya kepada murid yang lain, "Butet, nanti kalau sudah besar,
apa cita-cita kamu?" "Aku mau jadi dokter, Bu. Punya rumah sakit
sendiri, rumah mewah, mobil, kapal pesiar di Danau Toba dan membahagiakan suami
serta kedua orangtuaku," jawab Butet. "Bagusssss! Mulia sekali
cita-citamu," kata Bu Guru. "Kalau kamu, Poltak? Apa
cita-citamu?" "Kawin sama Butet lah, Bu...!" kata Poltak,
disambut tertawa terbahak-bahak teman-temannya.
Kisah jenaka di atas adalah gambaran hidup kita masing-masing yang diisi dengan
banyak hal. Salah satunya adalah cita-cita atau harapan hidup kita
masing-masing, mau jadi apa dan bagaimana kita dalam cara hidup kita. Biasanya,
cita-cita kita mengarah kepada pengangkatan situasi hidup yang membuat kita
bahagia dan nyaman serta mapan. Inilah cita-cita kita di dunia untuk mengejar
kebahagiaan.
Dalam hidup beriman, kita memiliki cita-cita yang besar yaitu menjadi orang
yang berbahagia di hadapan Tuhan dan manusia. Tujuan kedatangan Yesus ke dunia
ini adalah untuk membawa kebahagiaan kepada kita semua. Dan puncak kebahagiaan
itu adalah memiliki Yesus itu sendiri dalam hidup kita. Inilah puncak
kebahagiaan yang tertinggi. Persoalannya sekarang, maukah kita menjadikan Yesus
Kristus menjadi cita-cita tujuan hidup kita? Menjadi pengikut dan pelaksana
firman Tuhan sebagai sesuatu yang harus kita raih.
Masalahnya lagi, ternyata untuk menjadi orang beriman yang meraih kebahagiaan
menurut cara hidup Yesus sangat bertentangan dengan cara dunia ini. Hal ini
terungkap dalam Injil hari ini; di mana dikatakan, berbahagialah orang yang
miskin, yang berdukacita, yang lemah lembut, yang kelaparan dan yang murah
hati. Berbeda dengan yang dikejar oleh orang-orang di zaman ini, semua mengejar
kekayaan, pesta pora dan bersenang-senang. Tidak ada tempat bagi orang yang
lemah lembut hatinya. Sikap keras hati dan tega bersaing mengalahkan orang
lain, mengenyangkan diri sendiri dengan kerakusannya, dan orang akan merasa
rugi bila beramal karena mereka tidak mendapat apa-apa.
Tawaran jalan kebahagiaan dari Yesus akan terasa sangat berat bagi orang yang
sudah melekat kuat pada dunia ini. Butuh usaha dan perjuangan yang gigih
seperti teladan hidup para kudus yang sudah meraih mahkota surgawi yang
dirayakan secara khusus hari ini. Mereka mengalahkan dirinya dan cara hidup
dunia ini. Mereka berjuang bersama Kristus dengan kelemahannya dan dikuatkan
oleh-Nya, bahkan banyak yang menumpahkan darahnya demi iman akan Tuhan. Para
kudus ini berdiri kokoh menantang dunia; mereka tetap pada imannya meski
ditolak. Para kudus menjadi teladan yang baik dan sangat nyata bahwa cita-cita
sebagai murid Kristus adalah berbahagia bersama Kristus, dan berjuang di dunia
ini dengan jalan sabda bahagia-Nya.
Dunia ini akan diubah menjadi surga ketika kita sepakat hidup berjuang
melakukan delapan sabda bahagia yang kita dengar hari ini. Bukan hal yang
mudah, menghadapi dunia dan diri sendiri yang tidak suka jalan kebahagiaan
hidup Kristus yang penuh salib menuju kemuliaan-Nya. Namun kita berjuang
bersama Yesus yang telah mengalahkan dunia dan membuat kita berbahagia. Para kudus
sudah membuktikan dan meraihnya. Sekarang giliran kita memperjuangkan cita-cita
surgawi ini bersama Yesus. [Rm. Patrisius Marianus Simanjuntak, O.Carm/RUAH]