Rabu, 15 April 2015

Iri tiada henti

Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)

Ada seorang pemecah batu yang melihat seorang kaya.
Iri dengan kekayaan orang itu, tiba-tiba ia berubah
menjadi orang kaya. Ketika ia sedang bepergian dengan
keretanya, ia harus memberi jalan kepada seorang
pejabat. Iri dengan status pejabat itu, tiba-tiba ia
berubah menjadi seorang pejabat.

Ketika ia meneruskan perjalanannya, ia merasakan panas
terik matahari. Iri dengan kehebatan matahari,
tiba-tiba ia berubah menjadi matahari. Ketika ia
sedang bersinar terang, sebuah awan hitam
menyelimutinya.
Iri dengan selubung awan, tiba-tiba ia berubah menjadi
awan. Ketika ia sedang berarak di langit, angin
menyapunya. Iri dengan kekuatan angin, tiba-tiba ia
berubah menjadi angin.

Ketika ia sedang berhembus, ia tak kuasa menembus
gunung. Iri dengan kegagahan gunung, tiba-tiba ia
berubah menjadi gunung. Ketika ia sedang bertengger,
ia melihat ada orang yang memecahnya. Iri dengan orang
itu, tiba-tiba ia terbangun sebagai pemecah batu.
Ternyata itu semua hanya mimpi si pemecah batu.

Karena kita semua saling terkait dan saling
tergantung, tidak ada yang betul-betul lebih tinggi
atau lebih rendah. Kehidupan ini baik-baik saja kok...
sampai Anda mulai membanding-bandingkan.

Kata Sang Guru: "Rasa berkecukupan adalah kekayaaan
terbesar." Pengejaran keuntungan, ketenaran, pujian,
dan kesenangan bersifat tiada akhir karena roda
kehidupan terus berputar, silih berganti
dengan kerugian, ketidaktenaran, celaan, dan
penderitaan. Inilah delapan kondisi duniawi yang
senantiasa mengombang-ambingkan kita sepanjang hidup.

Kebahagiaan terletak pada kemampuan untuk
mengembangkan pikiran dengan seimbang, tidak melekat
terhadap delapan kondisi duniawi. Boleh-boleh saja
kita menjadi kaya dan terkenal, namun orang bijaksana
akan hidup tanpa kemelekatan terhadap delapan kondisi
duniawi. Kebahagiaan sejati tidaklah terkondisi oleh
apa pun. Be Happy!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar